Oleh Sopiyan Hadi
Berbincang tentang keberanian, berarti berbicara tentang ketidakpedulian kepada ketakutan. Ketakutan akan tetap ada dalam hati, tetapi kualitas perlawanan kepada ketakutan ini lebih kuat. Jadi, keberanian dan ketakutan akan tetap ada selamanya, tetapi siapa di antara keduanya yang menjadi pemenang, itulah yang selalu jadi pertanyaan dalam pertempuran di dalam diri (the battle inside).
Dalam konteks politik, menjadi berani untuk bersikap sesuai nurani dan keyakinan ideologis adalah perkara yang paling sulit. Perang kepentingan, hasrat untuk mempertahankan posisi dan jabatan, serta keterikatan pada kubu politik tertentu akan jadi bahan pertimbangan untuk berani mengambil sikap yang sekiranya mengusik status quo dari situasi dan kondisi normal sekarang. Bersikap berani dalam politik berarti mengguncang status quo ini.
Kita juga bisa melacak jejak keberanian dalam konteks historis. Betapa keberanian adalah satu-satunya senjata kala kemanusiaan dibungkam. Kita ingat bagaimana keberanian para founding father negeri ini kala memperjuangkan kemerdekaan politik bagi Indonesia. Ancaman dari penjajah baik berupa bui maupun teror bukanlah hal yang berarti bagi mereka. Soekarno, Hatta, Syahrir, dan juga para bapak bangsa yang lain tentu tahu benar pahit dan gelapnya perjuangan dalam masa itu. Namun, mereka tidak menyerah pada ketakutan semu itu. Bagi mereka berlaku apa yang dikatakan oleh Harry Roesli, jangan pernah takut karena yang takut hanyalah cecurut.
Bagaimanapun juga, keberanian adalah hal yang harus terus-menerus diperjuangkan kalau kita memang bertekad untuk tidak jadi pecundang. Seperti kata Pramudya Ananta tur, para pemberani menguasai seperempat dunia. Kita juga mesti sadar, betapa selama ini kita telah terjebak dalam atmosfir ketakutan baik dan kita tahu bagaimana ekses negatif dari keterjebakan ini. Hal ini menjadi motivasi lain mengapa kita mesti menumbuhkan bibit-bibit keberanian dalam segenap dimensi kemanusiaan kita, baik dalam dimensi moral, intelektual, maupun budaya.
Memperjuangkan keberanian sama dengan memperjuangkan kemanusiaan kita. Orang sering bertanya, bagaimana kita bisa menumbuhkan keberanian dalam diri? Bagaimana agar kualitas ini dapat mengakar dalam diri kita. Meminjam kalimat Jalaluddin Rahmat, yang penting adalah niat, bukan kiat.
Namun, kita perlu mengingat sebuah kata bijak lama, yang perlu kita takuti adalah ketakutan itu sendiri. Alasannya jelas. Dengan memilih ketakutan, berarti kita telah menurunkan harkat dan martabat kemanusiaan kita sendiri. Kalau ketakutan itu sudah menguasai diri, apalagi yang bisa dibanggakan dari kemanusiaan kita? Kalau kemanusiaan kita ibaratkan sebagai rumah, maka keberanian adalah kuncinya. Kalau kita sudah kehilangan satu kualitas kemanusiaan ini, kita telah terjatuh dalam ketiadaan (nothingness).
dan begitu juga dengan
Fenomena keberanian seorang haji Yunus dari dadap tangerang untuk tampil ke publik membela warga dadap..yang kemudian memberikan pernyataannya mengenai Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengembang PT Parung Harapan Indah mengenai fasilitas sosial dan fasilitas umum merupakan hak warga Dadap. semakin memantapkan betapa keberanian adalah barang antik dan langka dinegri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar