.

26 Mar 2010

Berani untuk Kemanusiaan

Oleh Sopiyan Hadi



Berbincang tentang keberanian, berarti berbicara tentang ketidakpedulian kepada ketakutan. Ketakutan akan tetap ada dalam hati, tetapi kualitas perlawanan kepada ketakutan ini lebih kuat. Jadi, keberanian dan ketakutan akan tetap ada selamanya, tetapi siapa di antara keduanya yang menjadi pemenang, itulah yang selalu jadi pertanyaan dalam pertempuran di dalam diri (the battle inside).

Dalam konteks politik, menjadi berani untuk bersikap sesuai nurani dan keyakinan ideologis adalah perkara yang paling sulit. Perang kepentingan, hasrat untuk mempertahankan posisi dan jabatan, serta keterikatan pada kubu politik tertentu akan jadi bahan pertimbangan untuk berani mengambil sikap yang sekiranya mengusik status quo dari situasi dan kondisi normal sekarang. Bersikap berani dalam politik berarti mengguncang status quo ini.

Kita juga bisa melacak jejak keberanian dalam konteks historis. Betapa keberanian adalah satu-satunya senjata kala kemanusiaan dibungkam. Kita ingat bagaimana keberanian para founding father negeri ini kala memperjuangkan kemerdekaan politik bagi Indonesia. Ancaman dari penjajah baik berupa bui maupun teror bukanlah hal yang berarti bagi mereka. Soekarno, Hatta, Syahrir, dan juga para bapak bangsa yang lain tentu tahu benar pahit dan gelapnya perjuangan dalam masa itu. Namun, mereka tidak menyerah pada ketakutan semu itu. Bagi mereka berlaku apa yang dikatakan oleh Harry Roesli, jangan pernah takut karena yang takut hanyalah cecurut.

Bagaimanapun juga, keberanian adalah hal yang harus terus-menerus diperjuangkan kalau kita memang bertekad untuk tidak jadi pecundang. Seperti kata Pramudya Ananta tur, para pemberani menguasai seperempat dunia. Kita juga mesti sadar, betapa selama ini kita telah terjebak dalam atmosfir ketakutan baik dan kita tahu bagaimana ekses negatif dari keterjebakan ini. Hal ini menjadi motivasi lain mengapa kita mesti menumbuhkan bibit-bibit keberanian dalam segenap dimensi kemanusiaan kita, baik dalam dimensi moral, intelektual, maupun budaya.

Memperjuangkan keberanian sama dengan memperjuangkan kemanusiaan kita. Orang sering bertanya, bagaimana kita bisa menumbuhkan keberanian dalam diri? Bagaimana agar kualitas ini dapat mengakar dalam diri kita. Meminjam kalimat Jalaluddin Rahmat, yang penting adalah niat, bukan kiat.

Namun, kita perlu mengingat sebuah kata bijak lama, yang perlu kita takuti adalah ketakutan itu sendiri. Alasannya jelas. Dengan memilih ketakutan, berarti kita telah menurunkan harkat dan martabat kemanusiaan kita sendiri. Kalau ketakutan itu sudah menguasai diri, apalagi yang bisa dibanggakan dari kemanusiaan kita? Kalau kemanusiaan kita ibaratkan sebagai rumah, maka keberanian adalah kuncinya. Kalau kita sudah kehilangan satu kualitas kemanusiaan ini, kita telah terjatuh dalam ketiadaan (nothingness).

dan begitu juga dengan

Fenomena keberanian seorang haji Yunus dari dadap tangerang untuk tampil ke publik membela warga dadap..yang kemudian memberikan pernyataannya mengenai Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengembang PT Parung Harapan Indah mengenai fasilitas sosial dan fasilitas umum merupakan hak warga Dadap. semakin memantapkan betapa keberanian adalah barang antik dan langka dinegri ini.




9 Mar 2010

Ulama










Ulama
adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayom, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.

Fatwa (dari bahasa Arab فتوى‎), adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah dewan mufti atau ulama.

Penggunaannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, Fatwa dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia sebagai suatu keputusan tentang persoalan ijtihadiyah yang terjadi di Indonesia guna dijadikan pegangan pelaksanaan ibadah umat Islam di Indonesia. Kata fatwa ini masih berkerabat dengan kata petuah dalam bahasa Indonesia.


Berkas:NU-box 0.jpg

Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.


Sejarah N U

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1928 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.


Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.

K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU.

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.

Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Paham keAgamaan

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih mengikuti satu mazhab:Syafi'i meskipun mengakui tiga madzhab yang lain: Hanafi, Maliki, Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat .

.


Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Basis Pendukung

Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu anggota, pendukung atau simpatisan dan Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Karena sampai hari ini tidak ada upaya serius di tumbuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya. Dari segi pendukung atau simpatisan ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, ini bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yiatu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari (Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009) memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Sedangkan jumlah Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU. Mayoritas pengikut NU terdapat di pulau jawa, kalimantan, sulawesi dan sumatra. Perkembangan terakhir pengikut NU mempunyai profesi beragam yang sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran ahlususunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.

Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliku sejumlah Doktor atau Master dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Hanya saja para Doktor dan Master ini belum dimamfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.

Tujuan Organisasi

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Usaha Organisasi

  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
  3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

Struktur Organisasi

  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri
  4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)

Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:

  1. Mustayar (Penasihat)
  2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

  1. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)








faisal zulmi At-tamimi

7 Mar 2010

Parung Harapan Sumber dari Segala Masalah Sosial di Dadap


Menyusul sering terjadinya peristiwa kebakaran di kawasan yang berlokasi di Kelurahan Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang ini. Warga di sekitar lokasi pergudangan mendesak pemerintah mengambil tindakan untuk meningkatkan pengawasan dan mengevaluasi kegiatan usaha di kawasan pergudangan PT Parung Harapan Indah.



Warga menilai, lemahnya pengawasan terhadap aktivitas di kawasan pergudangan PT Parung Harapan Indah menyebabkan banyak aturan yang dilanggar pengembang. Dari seringnya terjadi kebakaran, banjir di waktu musim hujan sampai persoalan yang selama ini timbul di kawasan pergudangan itu akhirnya meluas. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengembang pun mulai dibeberkan. Warga bersama lembaga Pemantau Pembangunan Pantai Dadap Indah (P3DI) berencana menggugat PT Parung Harapan Indah dan membawa persoalan itu kepada wakil mereka di DPRD. Mereka berniat menyampaikan butir-butir pelanggaran yang selama ini dilakukan pengembang antara lain masalah Fasos Fasum, pembuangan Sampah pergudangan sampai upah gaji karyawan yang masih dibawah gaji UMR..yang ke semua nya itu adalah hak-haknya masyarakat dadap.




Ketua P3DI H Yunus mengatakan harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam menyikapi masalah sosial, ada beberapa pelanggaran yang dilakukan pengembang yang hingga kini belum disikapi dengan serius oleh pemerintah. Di antaranya, belum disediakannya fasos dan fasum sejak kawasan itu dibangun pada 2000 silam. Menurut Yunus, itu melanggar Permendagri Nomor 1 tahun 1987.



“Dalam amdal yang pernah dibuat, pengembang menyatakan kesediaannya untuk menyediakan lahan sekitar lima hektar untuk fasos fasum kepentingan warga. Tapi sampai sekarang belum dijalankan,” kata Yunus . P3DI juga akan melaporkan pelanggaran yang dilakukan pengguna atau pemilik gudang yang mendirikan bangunan tambahan dan melanggar garis sepadan bangunan (GSB).

http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/rth%209.jpg

“Banyak pemilik atau pengguna gudang yang menghabiskan lahan parkirnya dengan mendirikan bangunan tambahan hingga ke tepi jalan dan seharusnya analisis mengenai dampak lingkungannya harus jelas dan akurat karena warga mengeluhkan banjir apabila musim hujan tiba, dikarenakan sawah yang dahulunya daerah resapan air hujan telah berubah menjadi komplek pergudangan parung harapan. ujar seorang warga dadap keturunan tionghoa bernama dede sulaiman...

Tidak ketinggalan, jalur hijau pun ikut disebut-sebut. P3DI menilai pengembang melanggar Keputusan Bupati Nomor 593/18/Tapem/2000 tentang pemberian izin lokasi menjaga keseimbangan dan keserasian penggunaan tanah dengan lingkungan sekitar. Disebutkan dalam keputusan bupati itu, pengembang wajib membuat jalur hijau minimal lima meter pada bidang tanah yang berbatasan langsung dengan perumahan atau kampung.